Sosial Media
0
News
    Home Kabar Politik

    Respons Pemerintah, DPR, dan Pakar Hukum terhadap Regulasi Jabatan Sipil Bagi Polisi Aktif

    4 min read

    Pasca Putusan MK: Respons Pemerintah, DPR, dan Pakar Hukum terhadap Regulasi Jabatan Sipil Bagi Polisi Aktif.

    Berbagai pihak — pemerintah, DPR, pakar hukum, Polri — menanggapi putusan MK tentang polisi aktif di jabatan sipil dan mendesak sinkronisasi regulasi untuk implementasi tertib.

    respons-pemerintah-dpr-dan-pakar-hukum

    Respons Pemerintah, DPR, dan Pakar Hukum terhadap Regulasi Jabatan Sipil Bagi Polisi Aktif

    Jakarta, 15 November 2025Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 114/PUU-XXIII/2025 yang menghapus frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam pasal penjelasan UU Polri memicu serangkaian reaksi dari berbagai tokoh politik dan pakar hukum.

    Kekhawatiran atas konsekuensi praktis dan kebutuhan penyesuaian regulasi menjadi sorotan utama.

    1. Pemerintah: Kewajiban Menjalankan Putusan, tapi Butuh Kajian Mendalam

    Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menegaskan bahwa pemerintah akan mempelajari putusan MK secara menyeluruh setelah menerima salinan resminya.[tirto.id][1]

    Dia menyatakan, “keputusan MK bersifat final and binding,” sehingga “harus dijalankan.” [detiknews][2]

    Namun, Prasetyo juga menyakini perlunya penyesuaian regulasi agar anggota Polri aktif yang kini berada di jabatan sipil bisa ditindaklanjuti secara tertib.

    Sementara itu, dalam sidang MK sebelumnya, ahli dari pemerintah menepis tudingan konflik kepentingan terkait penempatan polisi aktif di jabatan sipil dan menyatakan bahwa aturan harus diperjelas untuk mencegah ambiguitas.[mkri.id][3]

    2. DPR: Pelajaran dari Putusan, Tapi Tidak untuk Diterapkan Serta-merta

    Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, menyatakan bahwa DPR akan mengkaji pertimbangan hukum putusan MK, terutama bagian yang menurutnya membatasi penempatan polisi aktif hanya pada tugas-tugas terkait kepolisian.

    Menurut Dasco, tindak lanjut perlu melalui pembahasan bersama antara DPR dan pemerintah untuk revisi UU Polri — meski realitasnya sampai saat ini belum ada pertemuan intensif terkait RUU revisi Polri.[beritasatu.com][4]

    Anggota Komisi III DPR, Rudianto Lallo, mempertimbangkan bahwa putusan MK “tidak serta-merta diberlakukan”; menurutnya, harus ada norma pengganti dalam undang-undang atau regulasi lain agar aturan jabatan sipil bagi polisi tetap memiliki dasar hukum yang jelas.[ANTARA News][5]

    3. Pakar Hukum: Kewajiban Amandemen dan Transisi yang Tertib

    Fahri Bachmid, pakar hukum tata negara dari Universitas Muslim Indonesia, memandang putusan MK sebagai “pemandu konstitusional” untuk amandemen UU Polri.[ANTARA News][6]

    Ia menyarankan pemerintah perlu mengatur “pranata transisi” agar anggota Polri aktif yang saat ini menjabat di instansi publik dapat diproses secara hukum agar tercipta keteraturan hukum (“legal order”).

    Menurutnya, perubahan UU Polri harus mengadopsi norma dari putusan MK secara tegas, karena telah menjadi bagian dari hukum positif (“ius constitutum”).

    Dari sisi penerapan, Prof. Susi Dwi Harijanti, pakar hukum tata negara dari Universitas Padjadjaran, menyatakan bahwa putusan MK harus berlaku “serta merta”: anggota Polri aktif yang menjabat di ranah sipil sebaiknya memilih mundur segera.[ANTARA News][7]

    Menurut Susi, pengunduran diri tersebut merupakan “remedy” atas kerugian konstitusional pemohon perkara di MK.[kupang.antaranews.com][8]

    Karena MK dalam putusannya tidak menetapkan masa transisi, Susi berpendapat bahwa penundaan bisa mengorbankan pemulihan hak konstitusional.

    4. Reformasi Polri: Rencana Penyesuaian Regulasi

    Yusril Ihza Mahendra, Menko Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan sekaligus anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri, menegaskan bahwa putusan MK akan menjadi masukan penting dalam reformasi Polri.[ANTARA News][9]

    Yusril mendesak agar dibuat aturan baru (peraturan perundang-undangan) yang secara rinci mengatur bagaimana polisi aktif yang saat ini menjabat di luar Polri dapat melakukan transisi, apakah dengan mundur atau pensiun.

    Ia mencatat bahwa UU Polri saat ini belum mengatur secara jelas soal penugasan polisi aktif ke jabatan sipil tanpa melepas status keanggotaan, sehingga pembaruan undang-undang sangat diperlukan.

    5. Polri: Hormati Putusan, Tunggu Salinan Resmi

    Jubir Polri, Irjen Sandi Nugroho, menyatakan bahwa Polri menghormati putusan MK dan akan menunggu salinan resmi putusan tersebut sebelum mengambil langkah selanjutnya.

    Pernyataan ini menunjukkan sikap Polri yang berhati-hati dalam menanggapi putusan—di satu sisi menghargai keputusan konstitusi, tetapi di sisi lain menuntut kepastian hukum melalui dokumen resmi sebelum melakukan penyesuaian internal.

    Analisis: Tantangan dan Peluang Sinkronisasi Regulasi

    1. Tantangan legislatif: Meskipun semua pihak mengakui perlunya perubahan, proses revisi UU Polri tidak mudah. DPR dan pemerintah harus menjalin koordinasi erat untuk membuat norma baru yang selaras dengan amar putusan MK.
    2. Kebutuhan masa transisi: Pakar menekankan bahwa aturan transisi penting agar pejabat Polri aktif yang menjabat di instansi sipil dapat dievaluasi tanpa menimbulkan kekacauan birokrasi atau kerugian konstitusional.
    3. Integritas dan netralitas birokrasi: Sinkronisasi regulasi dapat memperkuat prinsip netralitas aparatur negara dan mencegah potensi “dwifungsi” Polri, yaitu dual peran sebagai aparat keamanan dan birokrat sipil.
    4. Resistensi politis: Ada kemungkinan sebagian anggota Polri aktif akan menolak mundur atau pensiun, terutama yang memegang jabatan strategis di kementerian/lembaga. Upaya pembaruan undang-undang mesti dihadapi dengan sensitivitas agar transisi berjalan lancar.
    5. Reformasi kelembagaan: Putusan MK menjadi momentum bagi Komisi Percepatan Reformasi Polri untuk mengatur peran Polri di ranah sipil secara lebih tegas dan berkeadilan — dengan landasan hukum yang kokoh dan mekanisme pengawasan yang jelas.

    Kesimpulan

    Respons dari pemerintah, DPR, pakar hukum, dan Polri terhadap putusan MK mencerminkan kesepakatan umum bahwa regulasi lama perlu diselaraskan.

    Namun, meski semua memahami urgensi perubahan, implementasi praktis (termasuk masa transisi, revisi UU, dan pengaturan internal Polri) diperkirakan akan penuh tantangan.

    Putusan MK bukan hanya soal kepatuhan hukum, tetapi juga momentum reformasi institusional Polri dan tata kelola birokrasi sipil.

    Sumber & Referensi

    Buka Sumber Berita
    1. https://tirto.id/respons-istana-soal-polisi-aktif-dilarang-duduki-jabatan-sipil-hlJW
    2. https://news.detik.com/berita/d-8209521/istana-dan-dpr-pelajari-putusan-mk-soal-aturan-polisi-di-jabatan-sipil
    3. https://www.mkri.id/berita/ahli-pemerintah-tepis-tudingan-konflik-kepentingan-penempatan-anggota-polri-pada-jabatan-sipil-23826
    4. https://www.beritasatu.com/nasional/2940535/putusan-mk-soal-jabatan-sipil-polisi-dpr-bakal-bahas-revisi-uu-polri
    5. https://www.antaranews.com/berita/5241377/anggota-dpr-putusan-soal-jabatan-sipil-polri-tak-serta-merta-berlaku
    6. https://www.antaranews.com/berita/5243741/pakar-putusan-mk-pemandu-konstitusional-untuk-amandemen-uu-polri
    7. https://www.antaranews.com/berita/5243453/pakar-putusan-mk-soal-polisi-di-jabatan-sipil-serta-merta-berlaku
    8. https://kupang.antaranews.com/berita/174085/pakar-tata-negara-putusan-mk-soal-polisi-di-jabatan-sipil-serta-merta-berlaku
    9. https://www.antaranews.com/berita/5240053/yusril-larangan-polisi-duduki-jabatan-sipil-masukan-komisi-reformasi
    Comments
    Additional JS